Haluan

Buruh adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lain dari majikan. Sedangkan Kata, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan / Online) edisi III adalah, unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.

Foto Jurnalistik Terbaik Dunia

Foto Jurnalistik Terbaik Dunia

Wednesday, April 27, 2016

Dampak Berjibunnya Media Online Bagi Warga BMR

Media online khususnya di daerah seperti Bolaang Mongodow Raya memang lucu-lucu dan mengemaskan. Sudah begitu, pertumbuhannya bak semut menemukan sebongkah gula. Diperkirakan hampir 20 situs berita terbit di daerah itu setahun belakangan.

Bagi masyarakat khususnya pengguna aktif sosial media, banyaknya berita online berseliweran adalah hal positif. Parameternya tentu meningkatnya kuantitas berita, apalagi bisa dinikmati “secara gratis”. Namun sayang, sisi negatifnya jauh lebih berjibun dibanding sisi positifnya. 

Alasannya, peningkatan jumlah berita yang dinikmati warga itu sebagian besarnya berkualitas buruk terlebih sisi edukatifnya. Kenapa demikian, karena yang dipublikasi bukan berita, hanya sekumpulan kata-kata tak bermutu, sudah begitu di-copy paste dari satu media ke media online lainnya. 

Perkaranya hanya lantaran duit. Ya, situs-situs itu hanya perpanjangtanganan bagian humas pemerintah daerah. Alamatnya, sebagian besar berita yang disuguhkan hanya puja puji pemerintah. Jarang ada kritik di situ, apalagi berharap solusi, tak bakal ada. Rata-rata berita yang dipublikasi pun beralur serampangan, antiklimaks pula. Padahal, kondisi daerah penuh ketimpangan, masyarakat masih terus dibodohi, anggaran daerah terus menguap entah ke mana.

Sementara, kalau pun ada media online yang beritanya tampak kritis, dipastikan itu karena tak dapat jatah kue dari bagian humas. Masalahnya, lantaran tak kebagian jatah duit, beritanya jadi tendensius. Sudah begitu, karena tak didukung kemampuan investigsi yang mumpuni, alhasil berita-berita tendensius-kritis itu hanya berlalu tanpa makna bak layang-layang putus talinya.

Berdasarkan pengamatan Buruhkata, rata-rata media online itu bermasalah pada SDM-nya. Ya, para awak medianya alias para wartawannya. Sudah begitu, situs-situs itu tak sedikit yang dinahkodai seorang pemimpin redaksi dan para redaktur berkelas wartawan magang. Bisa kebayangkan produk beritanya jadi seperti apa.

Fenomena ini akan terus bergulir entah sampai kapan. Mungkin saja terhenti ketika bagian humas pemerintah daerah mulai selektif lantaran tindak lanjut kebijakan tertentu oleh Dewan Pers. Atau bisa juga lantaran masyarakat sendiri yang mulai menyeleksi dan aktif mengkritisi media amburadul. Dan bukan tak mungkin pula, situs-situs berita lokal itu lenyap lantaran terjerat hukum perkara beritanya.

Coba perhatikan media online satu ini, totabuanews.com. Beritanya lumayan menarik, isunya juga lagi tren. Media ini memberitakan seorang anggota DPRD yang diduga melecehkan lambang negara. Tindak lanjut kasus tersebut terus dipublikasi berentetan hingga beberapa hari belakangan. 

Masalahnya, berita totabuanews.com ini ikut lakukan pelanggaran kode etik juga. Media memberitakan soal pelecehan lambang negara, tapi media ini juga ikut-ikutan alias turut serta menyebarkan gambar yang diduga melecehkan lambang negara. Harusnya, tak hanya si legislator yang diadukan ke polisi, tapi media online ini juga perlu dilaporkan.

Perkara terbukti atau tidak ada pelecehan lambang negara, setidaknya dengan dilaporkan media [pemimpin redaksinya] bersangkutan, itu bisa memberikan pendidikan lebih soal dunia jurnalistik. Dan satu lagi, polisi untuk masalah hukum seperti ini biasanya kurang ngeh. [lihat saja dampak dari Surat Edaran Kapolri No.SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian, tidak ada] Padahal, tanpa pengaduan dan laporan, mereka bisa langsung menindak media sontoloyo jenis totabuanews.com ini.

Kasus si legislatior itu tentunya mirip-mirip sama kasus yang menimpa aktris Zaskia Gotik. Nah, dalam kasus aktris ini, pihak media yang menyiarkan (Program Dahsyat-RCTI) ikut disemprot sama Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia.

Melaporkan sebuah media bukanlanh tindakan mengekang kebebasan pers. Karena kebebasan pers bagian sangat penting dari hak asasi manusia, namun tentu ada batasnya (etika jurnalistik). Pers bukan hanya memiliki kebebasan dan hak, tapi juga kewajiban etika dalam memberitakan suatu kejadian. 

Jika gambar anak korban asusila diilustrasikan, foto korban pembunuhan sadis diburam/sensor, gambar pornografi juga disensor, lalu kenapa gambar pelecehan lambang negara tidak? Inilah salah satu bukti buruknya SDM media online di Bolmong Raya. Bayangkan warga yang ikut menyebar berita media tersebut, bukan tidak mungkin ikut terseret kasus hukum yang cukup serius. Pelecehan dan penghinaan via internet ancaman pidananya bikin merinding. Hati-hati ya..

No comments:

Post a Comment